Jumat, 07 Juni 2013

ILMU KALAM MASA KINI: HARUN NASUTION, DAN ISMAIL FARUQI



ILMU KALAM MASA KINI: HARUN NASUTION, DAN ISMAIL FARUQI

A. HARUN NASUTION
1. Riwayat Hidup Harun Nasution
            Harun Nasution lahir pada hari selasa 23 september 1919 di sumatera. Ayahnya, Abdul Jabar Ahmad, adalah seorang ulama, hakim dan seorang penghulu. Pendidikan formalnya dimulai disekolah belanda HIS. Setelah tujuh tahun di HIS, ia meneruskan ke MIK (Modern Islamietische kweekschool) di Bukittinggi pada tahun 1934. Pendidikannya lalu diteruskan ke Universitas Al-azhar, Mesir. Sambil kuliah di Al-Azhar,ia kuliah pula di Universitas Amerika di Mesir. Pendidikannya lalu dilanjutkan ke Mc. Gill,Kanada, pada tahun 1962.[1]
            Setiba ditanah air pada tahun 1969, Harun Nasution langsung mencempungkan diri dalam bidang akademis dengan menjadi dosen pada IAIN Jakarta, dan kemudian juga pada Universita Nasional. Kegiatan akademis dirangkapnya dengan kegiatan administrasi (tetapi tetap dalam rangka akademis) ketika ia memimpin IAIN, ketua lembaga pembinaan pendidikan agama IKIP Jakarta, dan terakhir memimpan Fakultas pasca sarjana IAIN Jakarta.dengan berbekal Ph.D. yang diraihnya pada tahun 1968 di McGill University, ia pun mempunyai bekal yang berbeda dari pakar sebelimnya di Indonesia tentang studi islam. Perbedaan latar belakang ini agaknya perlu diperhatikan.
            Harun Nasution adalah figur sentral dalam semacam jaringan intelektual yang terbentuk di kawasan IAIN ciputat semenjak paruh kedua dasawarsa 70-an. Sentralitas Harun Nasution di dalam jaringan ini tentu saja banyak ditopang oleh kapasitas intelektualnya, dan kemudian oleh kedudukan formalnya sebagai rektor sekaligus salah seorang pengajar di IAIN. Dalam kapasitas terakhir ini, ia memegang beberapa mata kuliah terutama menyangkut sejarah perkembangan pemikiran yang terbukti menjadi salah satu sarana awal menuju pembentukan jaringan antara Harun Nasution dan mahasiswa-mahasiswanya.
2. Pemikiran Kalam Harun Nasution
a. Peranan akal
            Bukankah secara kebetulan bila Harun Nasution memilih problematika akal dalam sistem Muhammad Abduh sebagai bahan kajian disertasinya di Universitas McGill, Montreal, Kanada. Besar kecilnya peranan dalam sistem teologi suatu aliran sangat menentukan dinamis atau tidaknya pemahaman seseorang tentang ajaran islam. Berkenaan dengan akal ini, Harun Nasution menulis demikian, “Akal melambangkan kekuatan manusia. Karena akallah, manusia mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan makhluk lain disekitarnya. Bertambah tinggi akal manusia, bertambah tinggilah kesanggupannya menghadapi kekuatan-kekuatan lain tersebut.”[2]
            Tema islam agama rasional dan dinamis sangat kuat bergema dalam tulisan-tulisan Harun Nasution, terutama dalam buku Akal dan Wahyu dalam islam,Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan, dan Muhammad Abduh dan Teologi Raasional Muhammad Abduh.
            Dalam ajaran islam, akal mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai, bukan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja,tetapi juga dalam perkembangan ajaran-ajaran keagamaan islam sendiri. Pemakaian akal dalam islam diperintahkan Al-Qur’an sendiri. Bukanlah tidak ada dasarnya kalau ada penulis-penulis, baik dikalangan islam sendiri maupun dikalangan non-islam, yang berpendapat bahwa islam adalah agama rasional.[3]
            b. Pembaharuan teologi
            Pembaharuan teologi, yang menjadi predikat Harun Nasution, pada dasarnya dibangun di atas asumsi bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat islam adalah disebabkan “ada yang salah” dalam teologi mereka. Pandangan ini serupa dengan pandangan kaum modernis lain pendahulunya yang memandang perlu untuk kembali kepada teologi islam yang sejati. Retorika ini mengandung pengertian bahwa umat islam dengan teologi fatalistik, irasional, pre-determinisme serta penyerahan nasib telah membawa nasib mereka menuju kesengsaraan dan keterbelakangan. Dengan demikian, jika hendak mengubah nasib umat islam, menurut Harun Nasution, umat islam hendaklah mengubah teologi mereka menuju teologi yang berwatak  free-will, rasional, serta mandiri. Tidak heran jika teori modernisasi ini selanjutnya menemukan teologi dalam khasanah islam klasik sendiri yakni teologi mu”tazilah.[4]
            c.Hubungan akal dan wahyu
            Salah satu fokus pemikiran Harun Nasution adalah hubungan antara akal dan wahyu. Ia menjelaskan bahwa hubungan wahyu dan akal memang menimbulkan pertanyaan, tetapi keduanya tidak bertentangan. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam al-qur”an. Orang yang beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu sudah mengandung segala-galanya . wahyu bahkan tidak menjelaskan semua permasalahan keagamaan.
           
            Dalam pemikiran islam, baik dibidang filsafat dan ilmu kalam, apalagi dibidang ilmu fiqih, akal tidak pernah membatalkan wahyu. Akal tetap tetap tunduk kepada teks wahyu. Teks wahyu tetap dianggap benar. Akal dipakai untuk memahami teks wahyu dan tidak untuk menentang wahyu. Akal hanya memberi interpretasi terhadap teks wahyu  dengan kecenderungan dan kesanggupan pemberi interpretai. Yang dipertentangkan dalam sejarah pemikiran islam sebenarnya bukan akal dengan wahyu, tetapi penafsiran tertentu dari teks wahyu dengan penafsiran lain dari teks wahyu iti juga. Jadi, yang bertentangan sebenarnya dalam islam adalah pendapat akal ulama tertentu dengan pendapat akal ulama lain.[5]                                                                     
                       

B. ISMAIL FARUQI           
 1. Riwayat Singkat Ismail al Faruqi[6]
Ismail Raji al-Faruqi lahir di Jaffa, Palestina pada tanggal 1 Januari 1921. Pada tahun 1926-1936 bersekolah di Colleges des Freres yang terletak di Libanon. Kemudian pada tahun 1941 lulus dari American University of Beirut.Ismail lalu bekerja untuk pemerintah Inggris di Palestina. Pada tahun 1945, dia dipilih sebagai Gubernur Galilea. Tapi, setelah Israel mencaplok Palestina, ia pindah ke Amerika Serikat.Di Amerika, ia melanjutkan pendidikan Master dalam bidang filsafat di University of Indiana dan University of Harvard.Dia melanjutkan pendidikannya dengan mengambil gelar doktor filsafat di University of Indiana dan di Al-Azhar University pada tahun 1952.Dia kemudian mengajar beberapa universitas diseluruh dunia diantaranya universitas di Kanada, Pakistan dan Amerika Seirkat. Pada tahun 1968, dia menjadi guru besar Studi Islam di Temple University, Amerika Serikat.Sebagai anak Palestina, al-Faruqi mengecam keras apa yang telah dilakukan oleh Zionis Israel yang menjadi dalang pencaplokan Palestina. Namun, ia dengan tegas membedakan Zionisme dan Yahudi. Dalam buku Islam and Zionism, ia berkata bahwa Islam adalah agama yang menganggap agama Yahudi sebagai agama tuhan, yang ditentang Islam adalah politik Zionisme.Pembunuhan atas dirinya dan istrinya diduga karena kritiknya yang keras terhadap kaum Zionis Yahudi. Ismail Raji al-Faruqi meninggal dunia karena dibunuh pada tanggal 27 Mei 1986 di rumahnya.
2. Pemikiran Kalam Ismail al Faruqi
Pemikiran kalam Ismail al Faruqi tertuang dalam karyanya yang berjudul Tauhid. Dalam karyanya ini beliau ini mengungkapkan bahwa syahadat menempati posisi sentral dalam kehidupan manusia baik dalam setiap kedudukan, tindakan, dan pemikiran setiap muslim. Tauhid merupakan pandangan umum , Dalam menyoroti tentang tauhid sebagai prinsip ummat, al Faruqi membaginya kedalam tiga identitas, yakni: pertama, menenentang etnisentrisme yakni tata sosial Islam adalah universal mencakup seluruh ummat manusia tanpa kecuali dan tidak hanya untuk segelitir suku tertentu. Kedua, universalisme yakni Islam meliputi seluruh ummat manusia yang cita-cita tersebut diungkapkan dalam ummat dunia. Ketiga totalisme, yakni Islam relevan dengan setiap bidang kegiuatan hidup manusia dalam artian Islam tidak hanya menyangkut aktivitas mnusia dan tujuan di masa mereka saja tetapi menyangkut aktivitas manusia disetiap masa dan tempat. Dalam hal kesenian, beliau tidak menentang kretaivitas manusia, tidak juga menentang kenikmatan dan keindahan. Menurutnya Islam menganggap bahwa keindahan mutlak hanya ada dalam diri Tuhandan dalam kehendak-Nya yang diwahyukan dalam firman-firman-Nya.

Pada masa hayatnya, Al-Faruqi pemah memegang jabatan penting dalam
kapasitasnya sebagai ilmuan. Diantaranya adalah kepala studi keislaman di Temple University, AS; Direktur Institut Islam di University Chicago; Direktur Institut Intemasional pemikir Islam do Washington; dan presiden Institu studi Lanjutan Washington.[7]
Semangat kritik ilmiahnya dan kecakapan dalam bidang keilmuan membuat Al-Faruqi mengemukakan ide perlunya mengislamkan ilmu-ilmu sosial kontemporer. Untuk mencapai tujuan ini ia mendirikan Himpunan Ilmuan Sosial Muslim (The Assosiation of muslim Social Scientists). Ia menjadi presiden yang pertama pada tahun 1972 hingga 1978.
Al-Faruqi juga berperan penting dalam pembentukan lembaga Internaional
(The Intemasional Institute if Islamic Thought). Kedua lembaga tersebut secara bersama-sama menerbitkan jurnal American Journal of Islamic Social Sciences. Tetapi sangat disayangkan aktifitas Al-Faruqi dan kepiawaiannya harus berakhir dengan peristiwa yang sangat tragis, ia meningggal dunia pada tahun 1986 bersama istrinya Lamiya Al-Faruqi dalam peristiwa pembunuhan secara brutal oleh orang yang tak dikenal, di rumah mereka Wyncote, Philadelphia. Misteri pembunuhan itu berkaitan erat dengan kecamannya terhadap zionisme Israel serta
dukungannya kepada rakyat Palestina yang merupakan tanah airnya. Di lain pihak
ada kelompok menilai bahwa kematian Al-Faruqi adalah salah satu korban dari teori 19, sebagaimana yang dikemukakan oleh Kahlifah antara lain menulis:
"Ismail AI-Faruqi telah mencurahkan hidupnya untuk melawan Tuhan, Nabiulah Muhammad SA W dan mukjizat Tuhan yang datang pada kita melalui Muhammad, setelah sepuluh tahun menolak untuk menyokong kebenaran dan mendukung "mukjizat matematika" AI-Qur'an akhirnya Al-Faruqi menerima hukum dan balasannya, ini keputusan Tuhan bukan keputusan kita, di hari kemudian nanti dia akan menerima hukuman yang jauh lebih butut dan abadi”

3. Karya-karya AI-Faruqi
Al.-Faruqi adalah ilmuan yang produktif. Ia berhasil menulis lebih dua puluhbuku dan seratus artikel. Diantara bukunya yang terpenting adalah: Tauhid :its Imlications for Thought and file (1982). Buku ini mengupas tentang tauhid secara lengkap. Tauhid tidak hanya dipandang sebagai ungkapan lisan bahkan lebih dari itu, tauhid dikaitkan dengan seluruh aspek kehidupan manusia, baik itu
segi politik, sosial, dan budaya. Dari inilah kita dapat melihat titik tolak pemikiran Al-Faruqi yang berplikasi pada pemikirannya dalam bidang-bidang lain. Dalam buku Islamization of Knowledge: General Principle and Workplan (1982), walaupun ukurannya sangat sederhana, namun menampilkan pikiran yang cemerlang dan kaya, serta patut dijadikan rujukan penting dalam masalah Islamisasi ilmu pengetahuan, didalamnya terangkum langkah-langkah apa yang harus ditempuh dalam proses islamisasi tersebut.
Karyanya yang berhubungan dengan ilmu perbandingan agama cukup banyak, hal ini dapat dimaklumi karena ia sendiri adalah orang yang ahli dalam perbandingan agama. Walaupun ia diargumentasikan tak cukup "sukses" sebagai ahli perbandingan agama. Berbagai karya dalam bidang ini menunjukkan ia kelewat "terbakar" oleh Islam untuk mengaprisiasikan agama-agama lain. Ia lebih
mengambil posisi sebagai pendebat dan missionaris eguh yang membela dan mendakwakan Islam. Bukunya yang secara khusus membahas perbandingan agama adalah Cristian Ethics, Triolouge of Abraham Faits pada buku ini terdapat tiga topik utama: Tiga agama saling memandang. Konsep tiga agama tentang negara dan bangsa, konsep tiga agam tentang keadilan dan perdamaian, masing-masing penyumbang dari Yahudi, Kristen dan Islam menawarkan prespektif yang jelas mengenai pokok persoalan berdasarkan tiga topik utama tersebut. Buku ini
merupakan sebuah langkah baru perbandingan agama yang dapat membuka jalan
bagi pemikiran an diskusi masa depan, serta buku Historical Atlas of the Region of the World. Dan karyanya yang dianggap monumental adalah Cultural Atlas Islam, karya ini ditulis bersama istrinya, Louis lamiya AI-Faruqi, dan diterbitkan tak lama setelah keduanya meninggal.

4. Pokok-Pokok Pemikiran AI-Faruqi
Al-Faruqi banyak mengemukakan gagasan serta pemikiran yang berhubungan Dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh Umat Islam. Dan semua pemikirannya itu saling terkait satu sama lain, semuanya berporos pada satu sumbu yaitu Tauhid.
Diantaranya pemikiran Al-Faruqi yang terpenting adalah:

A. Tauhid
Masalah yang terpenting dan menjadi tema sentral pemikiran Islam adalah
pemurnian tauhid, karena nilai dari keislaman seseorang itu adalah pengesahan
terhadap Allah SWT yang terangkum dalam syahadat. Upaya pemumian tauhid
inipun telah banyak dilakukan oleh para ulama terdahulu, diantaranya kita mengenal adanya gerakan wahabiyah yang dipimpin oleh Muhammad bin abdul Wahab.
Menurutnya kalimat "tauhid" tersebut mengandung dua arti yang pertama "nafi" (negatit) dan kedua: itsbat (positif) laa ilaaha (tiada Tuhan yang berhak diibadahi) berarti tidak ada apapun; illaahi (melainkan Allah) berarti yang benar dan berhak diibadahi hanyalah Allah Yang Maha Esa yang tidak ada sekutu bagiNya dan secara gamlang di dalam bukunya Kitab At-tauhid beliau menyebutkan setiap tahyul. Setiap bentuk sihir, melibatkan pelaku atau pemanfaatannya dalam syirik adalah pelanggaran tauhid.[8]
Tetapi tauhid bukan sekedar diakui dengan lidah dan ikrar akan keesaan Allah serta kenabian Muhammad SAW. Walaupun ikrar dan syahadat oleh seorang muslim mengkonsekuensikan sejumlah aturan hukum di dunia ini, namun tauhid yang merupakan sumber kebahagiaan abadi manusia dan kesempurnaanya, tidak berhenti pada kata-kata dan lisan. Lebih dari itu tauhid juga harus merupakan suatu realitas batin dan keimanan yang berkembang di dalam hati. Tauhid juga merupakan prinsip mendasar dari seluruh aspek hidup manusia sebagaimana yang dikemukakan bahwa pernyataan tentang kebenaran universal tentang pencipta dan pelindung alam semesta.

B. Islamisasi llmu Pengetahuan
Pada hakekatnya ide Islamization of knowledge ini tidak bisa dipisahkan dari pemikiran Islam di zaman moderen ini. Ide tersebut telah diproklamirkan sejak tahun 1981, yang sebelumnya sempat digulirkan di Mekkah sekitar tahun 1970-an.
Ungkapan Islamisasi ilmu pengatahuan pada awalnya dicetuskan oleh Syed Muhammad Naguib Al-Atas pada tabun 1397 H/1977 M yang menurutnya adalah "desekuralisasi ilmu". Sebelumnya Al-Faruqi mengintrodisir suatu tulisan mengenai Islamisasi ilm-ilmu sosial. Meskipun demikian, gagasan ilmu keislaman telah muncul sebelumnya dalam karya-karya Sayyid Hossein Nasr. Dalam hal ini Nasr mengkritik epistemologi yang ada di Barat (sains moderen) dan menampilkan epistemologi prespektif sufi.
Di dalam kehendak pencipta selalu tewujud Pemenuhan karena pemestian hanya berlaku pada nilai Elemental atau utiliter, pemenuhan kemerdekaan berlaku pada nilai-nilai normal dan bila kita kaitkan dengan Barat maka nilai-nilai ini banyak diabaikan oleh Barat.[9]
C. Politik
 Pemikiran AI-Faruqi yang menarik untuk dikaji dalam bidang politik pertama adalah idenya mengenai negara dan Islami dan yang kedua sikapnya terhadap zionis Israel.
C. KESIMPULAN
           
Dari kedua pemikiran sebagaimana disebutkan diatas setidaknya dapat kita pahami bahwa masing masing tokoh memang tidak dapat terlepaskan dari pemikiran kalam dimasa lalu. Ismail Al-Faruqi misalnya pemikirannya lebih cenderung kepada pemikiran Ahlusunnah wal Jamaah atau al Maturidiyah yang dibangun oleh al Imam Asy’ari dan al Maturdi. Demikian juga dengan Harun Nasution yang pemikirannya lebih cenderung kepada pemikiran Muktazilah dan Qadariyah yang lebih menekankan peranan akal dalam menghadapi realita takdir atau nasib dalam kehidupan di dunia ini


                 DAFTAR PUSTAKA

Al-Furuqi, op.cit, hlm.34

Al-Faruqi, Tauhid: Its Implementations for thought and life. Wynccote USA: The
International Institute of Islamic Thought, 1982, hlm.17

Disadur dari Lamya Al-Faruqi, Allah, Masa Depan Kaum Wanita, terj.Masyhur
Abadi, Al-fikr, surabaya, 1991, hal. Vii-x.

Harun Nasution, Teologi islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,UI Press, Jakarta, 1983, hlm. 56.

Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam islam, UI Press, jakarta, 1980, hlm, 101.

Mansyur Faqih, “Mencari Teologi Tertindas (Khidmat dan kritik untuk Guruku Prof. Harun   Nasution”, dalam Suminto, op. Cit, hlm 167.

Nasution, Akal....op. cit., hlm. 101-102.

Panjiman, No.504 Edisi MEI 1986

Zaim Uchrowi, 70 Tahun Harun Nasution, lembaga Studi Agama dan Filsafat, Jakarta, 1989.































[1]  Zaim Uchrowi, 70 Tahun Harun Nasution, lembaga Studi Agama dan Filsafat, Jakarta, 1989.
[2] Harun Nasution, Teologi islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,UI Press, Jakarta, 1983, hlm. 56.
[3]  Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam islam, UI Press, jakarta, 1980, hlm, 101.
[4] Mansyur Faqih, “Mencari Teologi Tertindas (Khidmat dan kritik untuk Guruku Prof. Harun   Nasution”, dalam Suminto, op. Cit, hlm 167.
[5] Nasution, Akal....op. cit., hlm. 101-102.
[6] Disadur dari Lamya Al-Faruqi, Allah, Masa Depan Kaum Wanita, terj.Masyhur Abadi, Al-fikr, surabaya, 1991, hal. Vii-x.
[7] Panjiman, No.504 Edisi MEI 1986

[8] Al-Faruqi, Tauhid: Its Implementations for thought and life. Wynccote USA: The
International Institute of Islamic Thought, 1982, hlm.17

[9] Al-Furuqi, op.cit, hlm.34

Tidak ada komentar:

Posting Komentar