Jumat, 07 Juni 2013

Perkembangan Pendidikan Islam Di Indonesia


   
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pendidikan Islam di Indonesia telah bergabung sejak masuknya Islam di Indonesia. Pada tahun awal pendidikan Islam dimulai dari kontrak pribadi maupun kolektif antara mubaligh (pendidikan) dengan peserta didiknya. Setelah komunitas Muslim terbentuk di suatu daerah, maka mulailah mereka membangun masjid. Masjid difungsikan sebagai tempat ibadah dan pendidikan. Mesjid merupakan lembaga pendidikan Islam yang pertama muncul di samping rumah  tempat kediaman ulama atau mubaligh. Setelah itu, muncullah lembaga – lembaga pendidikan Islam lainnya seperti pesantern. Dayah, surau,. Nama – nama tersebut walaupun berbeda, tetapi hakikatnya sama yakni sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan agama. Perbedaan nama adalah dipengaruhi oleh perbedaan tempat. Perkataan pesantren populer bagi masyarakat Islam di Jawa, rangkang, dayah di Aceh, surau di Sumatera Barat.
                 Di awal abad ke-20 H, munculah ide-ide pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia, ide ini muncul disebabkan sudah mulai banyak orang yang tidak puas dengan sistem pendidikan yang berlaku saat itu., oleh karena itu ada sistem yang harus dipembaharuin yaitu: dari segi isi (materi), dari segi metode, manajemen dan administrasi pendidikan. Ide dan inti pembaharuan ini adalah berupaya meninggalkan pola pemikiran lama yang tidak sesuai lagi dengan kamajuan zaman dan berupaya meraih aspek-aspek yang menopang untuk menyesuiakan diri dengan kemajuan zaman. Berdasarkan dua daya dorong itulah makannya mulai muncul ide untuk memasukkan mata pelajaran umum ke lembaga -lembaga pendidikan islam serta merubah metode pengjaran lama kepada metode yang lebih adktif dengan perkembangan zaman. [1]
                 Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia semakin memerlihatkan dinamikanya sejak  Indonesia merdeka. Pesantren, berkembang dari bentuk tradisional (salafi) berkembang kepada pesanten modern (khalafi). Sehingga pesantren bentuk kedua ini sekarang berkembag hampir di seluruh Indonesia. Kemodernan dapat dilihat  dari tiga  segi. Pertama, mata pelajaran telah seimbang antara materi ilmu-ilmu agama dengan materi ilmu-ilmu umum. Kedua, metode pembelajaran telah berpariasi, tidak lagi semata-mata hanya memakai metode sorogan, wetodan dan hafalan. Ketiga, dikelolah berdasarkan prinsip-prinsip menajeman pendidikan..
                 Perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia hingga saa sekarang ini dapat kita lihat telah melalui tiga priodesasi. Pertama, periode awal  sejak kedatangan Islam ke Indonesia sampai masuknya ide – ide pembaharuan pemikiran Islam awal abad kedua puluh. Kedua, periode kedua  ini di tandai dengan lahirnya madrasah. Ketiga, pendidikan Islam telah terintergrasi kedalam sistem pendidikan nasional sejak lahirnya undang – undang no 2 tahun 1989 serta seperangkat peraturan pemerintah yang berkenaan dengan pendidikan. [2]

B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sistem pendidikan Islam dan perkembangannya pada zaman kerajaan Islam hingga kemerdekaan?
2.      Mengapa pendidikan sekarang digunakan sebagai komersialisasi pendidikan di Indonesia?
3.      Siapa tokoh – tokoh yang berperan dalam perkembangan pendidikan Islm di Indonesia.?
C. Manfaat yang diperoleh
1.      Kita dapat mengetahui perkembangan pendidikan Islam pada masa kerajaan hingga masa kemerdekaan.
2.      Kita dapat mengetahui alasan mengapa terjadinya komersialisasi pendidikan di Indonesia.
3.      Dapat mengetahui beberapa tokoh dalam perkembangan Islam.
     
 BAB II
PEMBAHASAN
A.   PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Masa kerajaan islam, merupakan salah satu dari periodesasi perjalanan Sejarah Pendididkan Islam di Indonesia, sebab sebagaimana lahirnya kerajaan Islam yang disertai dengan berbagai kebijakan dari penguasanya saat itu, sangat mewarnai Sejarah Islam di Indonesia, terlebih-lebih agama Islam juga pernah dijadikan sebagai agama resmi negara/kerajaan pada saat itu.Karena itulah, bila kita berbicara tentang perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia, tentu saja kita tidak bisa mengenyampingkan bagaimana keadaan Islam itu sendiri pada masa kerajaan Islam.Berikut ini akan dikemukakan beberapa kerajaan Islam di Indonesia, serta bagaimana peranya dalam pendidikan Islam dan dakwah islamiyah tentunya. Kemudian pada masa penjajahan pendidikan islam mendapatkan perhatian khusus dari kolonial belanda dan jepang. Mereka beusaha untuk melumpuhkan Islam pada masa saat itu dengan membuat kebijakan yang membatasi proses berlangsungnya pendidikan Islam di Indonesia. Dan yang terakhir pada masa kemerdekaan. [3]
Setelah merdeka pendidikan Islam di Indonesia mendapatkan kedudukan dalam menjalankan proses pendidiakan nasional. Pada saat itulah pendidikan Islam mulai mendapat sorotan. Hingga munculah lembaga-lembaga pendidikan Islam dari zaman kerajaaan Islam hingga kemerdekaan. Seperti, pesantren, madrasah, perguruan tinggi Islam Negeri, Instititut Islam Agama Negeri.
         
          Pendidikan Zaman Kerajaan Islam
Berdasarkan kunjungan Ibn Batutah pada tahun 1354, Samudera Pasai merupakan tempat studi islam paling tua. Rajanya selalu mengadakan halaqah setelah shalat jum’at sampai waktu ashar. Didalam halaqah tersebut para ulama berdiskusi tentang masalah keagamaan dan keduniawian sekaligus yang mana biasa dilakukan di istana bagi anak-anak raja, di mesjid-masjid, di rumah-rumah guru, dan surau-surau untuk masyarakat umum. Dari sinilah awal mula terbentuknya lembaga pendidikan islam.
Pendidikan agama islam di kerajaan samudera pasai semakin berkembang pesat. samudera pasai terus berfungsi sebagai pusat studi islam di asia tenggara. Selain di samudera pasai, Kerajaan Malaka dan Kerajaan Aceh juga menjadi salah satu pusat studi islam pada saat itu.
Sistem pengajaran bagi setiap muslim sama seperti negara-negara muslim yang lain, yaitu dengan pengajian Al-qur’an dengan mempelajari tajwid, juz ‘Amma untuk tahap pemula.  Untuk tahap selanjutnya merek membahas tentang persoalan fiqih dan tasawuf. Selain kegiatan diatas para ulama juga mengajarkan kepada murid-muridnya menerjemahkan bahasa Arab ke dalam bahasa Melayu.[4]
Pendidikan islam terus berkembang setelah para ulama mengarang buku-buku pelajaran keislaman menggunakan bahasa melayu. Ulama yang berperan antara lain, Hamzah Fansuri, Nuruddin Al-Raniri, Abd. Rauf singkel dan masih banyak ulama lainnya.
Seiring dengan berkembangnya zaman, setiap daerah mempunyai istilah untuk lembaga pendidikannya. Di Jawa lembaga pendidikan islam disebut pesantren, di Aceh dikenal dengan sebutan dayah atau rangkang, di Minang Kabau disebut dengan surau. Di Kalimantan dikenal dengan langgar
Di jawa sebelum islam datang, pesantren sudah dikenal sebagai lembaga pendidikan agama Hindu. Namun, setelah islam masuk nama itu menjadi lembaga pendidikan islam yang didirikan oleh para penyiar agama islam.dari lembaga inilah islam menyebar keberbagai pelosok Jawa dan wilayah Indonesia Bagian Timur. Contoh pesantren yang didirikan pada saat itu adalah, Pesantren Giri yang didirika oleh Sunan Giri pada tahun 1485 dan Pesantren Gresik yang didirikan oleh Maulana Malik Ibrahim merupakan pesantren pertama di Jawa., pesantren Gunung Jati Cirebon.
Semua ilmu pendidikan islam di Nusantara ditulis dengan huruf Arab Melayu. Metode pengajaran di lembaga-lembaga pendidikan islam itu adalah sorogan dan bandungan. Sorogan adalah sistem pengajaran yang bersifat individual, biasanya bagi muri pemula. Sedangkan metode bandungan adalah sekelompok santri yang mendengarkan seorang guru membaca, menerjemahkan, mengulas buku-buku islam dalam bahasa Arab yang disebut “kitab kuning” dengan cepat.
Ada beberapa kebudayaan Hindu-Budha yang disesuaikan dengan agama dan kebudayaan islam seperti;
a.      Gerebeg disesuaikan dengan Hari Raya Idul Fitri dan Maulid nabi disebut Gerebeg poso dan Gerebeg Mulud.
b.      Gamelan Sekaten yang dibunyikan pada Gerebeg Maulud dipukul di halaman masjid Agung.
c.       Acara tepung tawar yang diiringi denga salawat Nabi,dsb.
Tiap anak laki-laki dan perempuan yang sudah berumur tujuh tahun wajib belajar.apabila pada umur tersebut mereka belum bisa mengaji maka akan menjadi olok-olokan. Biaya pendidikan islam pada saat itu ditanggung oleh masyarakat islam itu sendiri, melalui zakat, wakaf, pembayaran suatu hajat penduduk desa.
      
      Pendidikan Islam Pada Zaman Penjajahan
a      Pendidikan Zaman Belanda
Penaklukan bangsa barat atas Indonesia/Nusantara dimulai dalam bidang perdagangan, dengan kekuatan militer. Kedatangan mereka memang membawa kemajuan dibidang teknologi, tetapi tujuan sebenarnya adalah untuk meningkatkan hasil jajahan. Tidak ada hal baru yang mereka ajarkan untuk perkembangan pendidikan, akan tetapi westernisasi dan kristenisasi yang mereka kenalkan.
Awal mulanya, Belanda (tahun 1610) membiarkan saja pendidikan islam di Nusantara. Akan tetapi, lambat laun mereka mengubah pendidikan islam sedikit demi sedikit. Belanda mulai berusaha melumpuhkan pengaruh islam, dimulai dari daerah yang dikuasai di Yogya dan Surakarta. Yang kemudian mendapat perlawanan dari masyarakat dan alim ulama Diponegoro. Akan tetapi mereka dapat ditaklukkan. kemudian belanda berusaha menaklukkan organisasi-organisasi islam, zakat,wakaf, iuran untuk biaya pendidikan dihapuskan. Belanda juga orang yang tidak tahu soal agama menjadi tuan kadi, dan menjadi anggota Mahkamah Tinggi. Karena usaha-usaha inilah, pendidikan islam lama kelamaan menjadi mundur dan maki terdesak oleh pendidikan barat.
Di jakarta, ketika Van den bosch menjadi gubernur jenderal di jakarta tahun 1831, ia mengeluarkan kebijakan bahwa sekolah gereja diperlukan sebagai sekolah pemerintah belanda. Departemen pendidikan menjadi satu. Disetiap daerah didirika satu sekolah agama kristen
Pada tahun 1819 Van den Capellen merencanakan berdidinya sekolah dasar untuk penduduk pribumi agar dapat membantu pemerintah belanda. Akan tetapi dia menganggap bahwa pendidikan islam tidak membantu pemerintah belanda. Belanda ingin mendirikan sekolah-sekolah dasar untuk menyaingi pesantren, madrasah,pengajian, dan lembaga-lembaga pendidikan islam lainnya.
Pada tahun 1900 Masehi kemunduran pendidikan di Nusantara mencapai puncaknya. Tahun 1925, belanda mengeluarkan peraturan lebih ketat, bahwa tidak semua kyai boeh mengajar pengajian. Peraturan ini muncul karena tumbuhnya organisasi pendidikan pada saat itu, seperti Muhammadiyah, Syarikat Islam, Al-irsyad, Nahdhatul Wathan, dan lain-lain.masih banyak lagi kebijakan-kebijakan pemerintah Belanda terhadap bangsa pribumi khususnya muslim pribumi.
Jika kita melihat peraturan-peratura belanda ini, seolah-olahpendidikan islam akan lumpuh. Akan tetapi apa yang kita saksikan sebaliknya. Pada tahun 1901 belanda melakukan politik etis, yaitu mendirikan pendidikan rakyat sampai ke desa yang memberikan hak-hak pendidikan bagi pribumi dengan tujuan mempersiapkan pegawai-pegawai yang  bekerja untuk Belanda. Belanda tidak mengakui lulusan-lulusan pendidikan tradisional. Di luar dugaan dengan didirikan sekolah rakyat orang pribumi dapat mengenal sistem oendidikan modern yang kemudian mereka terapkan untuk mengadakan pembaharuan dibidang agama dan pendidikan. Maka lahirlah gerakan pembaharuan pendidikan islam.

b    Pendidikan Zaman Jepang
Jepang menjajah Indonesia setelah mengalahkan Belanda dalam perang Dunia II pada tahun 1942dengan semboyan Asia Timur Raya atau Asia Untuk Asia.
Pada masa awalnya pemerintah Jepang seakan-akan membela kepentingan islam sebagai siasat untukmemenangkan perang. Untuk menarik dukungan rakyat Indonesia, pemerintah membolehkan didirikannya sekolah-sekolah agama dan oesantren-pesantren yang terbebas dari pengawasan Jepang. Kebijakannya sebgai berikut:
1)  Kantor urusan agama pada masa belanda disebut kantor Voor islamistische Saken diubah menjadi Sumubu yang dipimpin oleh ulama islam itu sendiri, yaitu K.H. hasyim Asy’ari dari Jombang dan didaerah-daerah disebut Sumuka.
2)      Pondok pesantren mendapat bantuan dari pembesar Jepang
3)      Sekolah-sekolah Negeri diberi pelajaran budi pekerti/agama
4)      Membentuk berisan Hizbullah yang memberi latihan dasar kemiliteran pemuda islam
5)      Jepang mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam
6)      Ulama islam bekerja sama dengan pemimpin nasionalis membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA)
7)      Umat islam mendirikan Majlis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi)
Maksudnya dari pemerintah Jepang agar kekuatan umat islam dan nasionalis bisa diarahkan untuk kepentingan memenangkan perang yang dipimpin oleh Jepang.
Dalam bidang pendidikan, guru-guru mengikuti pelatihan yang diadakan oleh jepang untuk mendoktrinisasi dalam kemakmuran bersama. Yang mana para guru diambil dari tiap-tiap kabupaten. Bahasa Indonesia juga dijadikan sebagai bahasa pengantar semua sekolah dan menjadi mata pelajaran utama. Pihak Jepang juga mewajibkan para murid untuk mempelajari adat istiadat Jepang. mereka juga  diharuskan melakukan kerja bakti  sepertimengumpulkan bahan-bahan untuk perang, menanam bahan makanan, membersihkan asrama, memperbaiki jalan dan lain-lain
Demikianlah sekolah-sekolah pada masa jepang mengalami kemunduran dibandingkan dengan masa Belanda. Namun,masalah yang paling penting pada sekolah-sekolah itu  adalah nasionalisasi, bahsa pengantar, serta pembentukan kader-kader muda untuk tugas berat dimasa mendatang.
      Pendidikan Zaman Kemerdekaan
Setelah merdeka, pendidikan islam mulai mendapat kedudukan yang sangat penting dalam sistem pendidikan nasional. Selain itu pendidikan agama disekolah juga mendapat tempat yang teratur, seksama dan penuh perhatian. Pendidikan islam setahap demi setahap dimajukan. Upaya ini merupakan usaha untuk menata diri ditengah-tengah realitas sosial modern dan kompleks.
Sekolah agama termasuk madrasah, ditetapkan sebagai model dan sumber pendidikan nasional yang berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. pendidikan islam terus ditingkatkan. Tuntutan untuk mendirikan Perguruan Tinggi juga meningkat.[5]
      
      Komersialisasi Pendidikan Islam di Indonesia
Pendidikan merupakan hal mendasar yang harus diperoleh oleh semua warga negara. Setiap warga berhak mendapatkan pendidikan yang layak, tanpa melihat status sosial warga tersebut. Hal ini diatur dalam konstitusi Negara Republik Indonesia, yaitu dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1. Namun idealitas ini sangat berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah akibat meruaknya praktik komersialisasi pendidikan yang menyebabkan idealitas hanya sebatas impian belaka.
Dewasa ini pendidikan semacam diperjualbelikan oleh sebagian oknum yang memegang kendali atas pendidikan dan lembaga pendidikan. Dengan embel-embel "pendidikan yang bermutu itu harus mahal" mereka berlomba mendapat keuntungansebesar-besarnya. Komersialisasi ini pun telah berdampak pada tingginya biaya pendidikan. Secara gamblang, masyarakat “disuguhi sesuatu” yang (seolah-olah) mengamini kondisi tersebut. Contoh sederhana dapat dilihat ketika memasuki tahun ajaran baru. Tak terbayangkan betapa banyaknya orang tua yang mengeluh akibat buku pelajaran yang digunakan tahun ajaran sebelumnya tidak lagi dapat digunakan di tahun ajaran berikutnya.
Kondisi ini tentu sangat memberatkan masyarakat yang sebagian besar masih hidup di bawah garis kemiskinan. Siswa dipaksa menggunakan buku pelajaran baru sebagai pengganti buku lama yang konon “tidak layak” dipakai acuan lagi, dengan harga yang relatif tinggi. Padahal jika dicermati, materi atau pokok bahasan di dalamnya sama persis, tanpa ada “ilmu” baru yang dicantumkan. Permasalahan dunia pendidikan tentunya tidak hanya sebatas buku-buku pelajaran saja. Masih banyak pula bentuk-bentuk komersialisasi tak jelas, seperti pungutan-pungutan “sukarela”, namun dengan jumlah minimal yang telah ditentukan masing-masing lembaga pendidikan.
Di sisi lain, pengelolaan dunia pendidikan islam kita juga masih menggunakan konsep liberal. Artinya, konsep dunia pendidikan ini lebih mengutamakan kompetisi daripada persamaan hak untuk memperoleh pendidikan. Jika tetap mengedepankan pola ini, bagaimana nasib siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu? Begitu mudahkah sistem merampas hak-hak mereka?
kalau kita kaji akar masalah terjadinya komersialisasi dalam pendidikan islam khususnya di Indonesia hal ini merupakan rangkaian dari suatu system besar, baik ideologi, politik, ekonomi, maupun budaya yang melilit masyarakat kita. Diantara akar masalah itu adalah:
  • Secara ideologi makin kuatnya cengkeraman ideologi kapitalisme yang melanda Indonesia. Hal ini sebagai hasil dari masuknya investasi asing yang secara resmi dibuka sejak tahun 1967 dengan dikeluarkannya Undang – Undang tentang Investasi Asing.
  • Secara politis penguasa Orde Baru bermaksud  ingin menghapus kesan bahwa sekolah itu mahal, tapi secara ekonomis tidak memberikan topanangan dana yang cukup, sehingga sekolah dapat berkembang secara leluasa tanpa mengalami hambatan dana. Akibatnya, sekolah dibiarkan untuk mengambil inisiatif menggali daftar ulangbagi murid lama. Hal ini menunjukkan sikap pemerintah bersikap ambivalen terhadap praktik - praktik penyelewengan pendidikan itu. Hal ini di tambah lagi dengan para pengelola sekolah idak mampu dalam menajerianya.
  • Secara budaya, bersamaan dengan makin kuatnya cengkeraman  ideology kapitalis,di masyarakat mulai muncul nilai-nilai baru tentang keberhasilan, budaya meterialis mulai menguasai masyarakat,sehingga ukuran keberhasilan seseorang pun dilihat secara materialistis. [6]
Dampak Positif dan Negatif  Perekonomian Dalam Pendidikan Islam di Indonesia.
Salah satu dampak negatif dari komersialisasi pendidikan Indonesia adalah mahalanya biaya  pendidikan sehingga memberatkan masyarakat miskin untuk membayar biaya pendidikan. Akan tetapi, ada juga dampak positifnya yaitu dengan biaya pendidikan yang cukup tinggi adalah untuk menunjang mutu pendidikan itu sendiri.[7]
      Beberapa tokoh yang berperan dalam Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia
1.   Kiyai H. Ahmad Dahlan
Dilahirkan di yogjakarta pada tahun 1869 M. Ayahnya bernama KH. Abu Bakar bin Kyai Sulaiman dan ibunya seorang puteri Haji Ibrohim seorang penghulu. Ia berusaha menyadarkan masyrakat akan pentingnya membuag kebiasaan yang tidak baik dan menurut pendapatnya tidak sesuai dengan Islam dan berlandaskan cita – cita agama Islam.
2.   Kyai Haji Hasyim Asy’ari
Dilahirkan di jombang, Jawa Timur pada tanggal 14 februari tahun 1981 M. Beliaulah yang mendirikan pesantren yang lumayan terkenal pada saat ini yaitu pesantren Tebuireng. Di pesantren inilah Kyai Hasyim Asy’ari dibantu dengan Kyai-Kyai lain. Selain itu beliau juga menjadi pimpinam Masyumi, Hizbullah, GPII, dan lain-lain.

3.   Kyai Abdul Halim
Lahir di Ciberelang, majalengka pada tahun 1887M. Dia adalah pelopor gerakan pembaharuan di daerah Majalengka, Jawa Barat. Dia berhasil mendirikan persyarikatan ulama. Ia memegang teguh mazhab Syafi’i. tablighnya lebih banyak merupakan anjuran untuk menegakkan etika didalam masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA
Haidar Putra Daulay, Prof. Dr. Sejarah Pertumbuhan & Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia. Bandung : Citapustaka Media, 2001
Musyrifah Sunanto, Prof. Dr. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012
Darmaningtyas. Pendidikan Yang Memiskinkan. Yogyakarta : Galang Press, 2004
Mudyaharjo, Redja. Pengantar Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001
http://www. Suara Merdeka/v1?index.php/read/com.


[1] Prof. Dr. H. Haidar Putra daulay, Pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung: Cita Pustaka Media, 2001), h. 1-3.
[2] Prof. Dr. H. Haidar Putra daulay, Pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung: Cita Pustaka Media, 2001), h.8
[3] Prof Dr. Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT Grafindo Persada,,Cetakan keempat,2012), h.104
[4]Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta:PT> raja Grafindo Persada,2001),h.201
[5] Prof Dr. Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT Grafindo Persada,,Cetakan keempat,2012), h. 104-128
[6] Darmaningtyas, Pendidikan Yang Memiskinkan, (Yogyakarta: Galang Press, Cetakan Pertama,2004),h.187
[7] http://www. Suara Merdeka/v1?index.php/read/com.

ILMU KALAM MASA KINI: HARUN NASUTION, DAN ISMAIL FARUQI



ILMU KALAM MASA KINI: HARUN NASUTION, DAN ISMAIL FARUQI

A. HARUN NASUTION
1. Riwayat Hidup Harun Nasution
            Harun Nasution lahir pada hari selasa 23 september 1919 di sumatera. Ayahnya, Abdul Jabar Ahmad, adalah seorang ulama, hakim dan seorang penghulu. Pendidikan formalnya dimulai disekolah belanda HIS. Setelah tujuh tahun di HIS, ia meneruskan ke MIK (Modern Islamietische kweekschool) di Bukittinggi pada tahun 1934. Pendidikannya lalu diteruskan ke Universitas Al-azhar, Mesir. Sambil kuliah di Al-Azhar,ia kuliah pula di Universitas Amerika di Mesir. Pendidikannya lalu dilanjutkan ke Mc. Gill,Kanada, pada tahun 1962.[1]
            Setiba ditanah air pada tahun 1969, Harun Nasution langsung mencempungkan diri dalam bidang akademis dengan menjadi dosen pada IAIN Jakarta, dan kemudian juga pada Universita Nasional. Kegiatan akademis dirangkapnya dengan kegiatan administrasi (tetapi tetap dalam rangka akademis) ketika ia memimpin IAIN, ketua lembaga pembinaan pendidikan agama IKIP Jakarta, dan terakhir memimpan Fakultas pasca sarjana IAIN Jakarta.dengan berbekal Ph.D. yang diraihnya pada tahun 1968 di McGill University, ia pun mempunyai bekal yang berbeda dari pakar sebelimnya di Indonesia tentang studi islam. Perbedaan latar belakang ini agaknya perlu diperhatikan.
            Harun Nasution adalah figur sentral dalam semacam jaringan intelektual yang terbentuk di kawasan IAIN ciputat semenjak paruh kedua dasawarsa 70-an. Sentralitas Harun Nasution di dalam jaringan ini tentu saja banyak ditopang oleh kapasitas intelektualnya, dan kemudian oleh kedudukan formalnya sebagai rektor sekaligus salah seorang pengajar di IAIN. Dalam kapasitas terakhir ini, ia memegang beberapa mata kuliah terutama menyangkut sejarah perkembangan pemikiran yang terbukti menjadi salah satu sarana awal menuju pembentukan jaringan antara Harun Nasution dan mahasiswa-mahasiswanya.
2. Pemikiran Kalam Harun Nasution
a. Peranan akal
            Bukankah secara kebetulan bila Harun Nasution memilih problematika akal dalam sistem Muhammad Abduh sebagai bahan kajian disertasinya di Universitas McGill, Montreal, Kanada. Besar kecilnya peranan dalam sistem teologi suatu aliran sangat menentukan dinamis atau tidaknya pemahaman seseorang tentang ajaran islam. Berkenaan dengan akal ini, Harun Nasution menulis demikian, “Akal melambangkan kekuatan manusia. Karena akallah, manusia mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan makhluk lain disekitarnya. Bertambah tinggi akal manusia, bertambah tinggilah kesanggupannya menghadapi kekuatan-kekuatan lain tersebut.”[2]
            Tema islam agama rasional dan dinamis sangat kuat bergema dalam tulisan-tulisan Harun Nasution, terutama dalam buku Akal dan Wahyu dalam islam,Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan, dan Muhammad Abduh dan Teologi Raasional Muhammad Abduh.
            Dalam ajaran islam, akal mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai, bukan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja,tetapi juga dalam perkembangan ajaran-ajaran keagamaan islam sendiri. Pemakaian akal dalam islam diperintahkan Al-Qur’an sendiri. Bukanlah tidak ada dasarnya kalau ada penulis-penulis, baik dikalangan islam sendiri maupun dikalangan non-islam, yang berpendapat bahwa islam adalah agama rasional.[3]
            b. Pembaharuan teologi
            Pembaharuan teologi, yang menjadi predikat Harun Nasution, pada dasarnya dibangun di atas asumsi bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat islam adalah disebabkan “ada yang salah” dalam teologi mereka. Pandangan ini serupa dengan pandangan kaum modernis lain pendahulunya yang memandang perlu untuk kembali kepada teologi islam yang sejati. Retorika ini mengandung pengertian bahwa umat islam dengan teologi fatalistik, irasional, pre-determinisme serta penyerahan nasib telah membawa nasib mereka menuju kesengsaraan dan keterbelakangan. Dengan demikian, jika hendak mengubah nasib umat islam, menurut Harun Nasution, umat islam hendaklah mengubah teologi mereka menuju teologi yang berwatak  free-will, rasional, serta mandiri. Tidak heran jika teori modernisasi ini selanjutnya menemukan teologi dalam khasanah islam klasik sendiri yakni teologi mu”tazilah.[4]
            c.Hubungan akal dan wahyu
            Salah satu fokus pemikiran Harun Nasution adalah hubungan antara akal dan wahyu. Ia menjelaskan bahwa hubungan wahyu dan akal memang menimbulkan pertanyaan, tetapi keduanya tidak bertentangan. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam al-qur”an. Orang yang beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu sudah mengandung segala-galanya . wahyu bahkan tidak menjelaskan semua permasalahan keagamaan.
           
            Dalam pemikiran islam, baik dibidang filsafat dan ilmu kalam, apalagi dibidang ilmu fiqih, akal tidak pernah membatalkan wahyu. Akal tetap tetap tunduk kepada teks wahyu. Teks wahyu tetap dianggap benar. Akal dipakai untuk memahami teks wahyu dan tidak untuk menentang wahyu. Akal hanya memberi interpretasi terhadap teks wahyu  dengan kecenderungan dan kesanggupan pemberi interpretai. Yang dipertentangkan dalam sejarah pemikiran islam sebenarnya bukan akal dengan wahyu, tetapi penafsiran tertentu dari teks wahyu dengan penafsiran lain dari teks wahyu iti juga. Jadi, yang bertentangan sebenarnya dalam islam adalah pendapat akal ulama tertentu dengan pendapat akal ulama lain.[5]                                                                     
                       

B. ISMAIL FARUQI           
 1. Riwayat Singkat Ismail al Faruqi[6]
Ismail Raji al-Faruqi lahir di Jaffa, Palestina pada tanggal 1 Januari 1921. Pada tahun 1926-1936 bersekolah di Colleges des Freres yang terletak di Libanon. Kemudian pada tahun 1941 lulus dari American University of Beirut.Ismail lalu bekerja untuk pemerintah Inggris di Palestina. Pada tahun 1945, dia dipilih sebagai Gubernur Galilea. Tapi, setelah Israel mencaplok Palestina, ia pindah ke Amerika Serikat.Di Amerika, ia melanjutkan pendidikan Master dalam bidang filsafat di University of Indiana dan University of Harvard.Dia melanjutkan pendidikannya dengan mengambil gelar doktor filsafat di University of Indiana dan di Al-Azhar University pada tahun 1952.Dia kemudian mengajar beberapa universitas diseluruh dunia diantaranya universitas di Kanada, Pakistan dan Amerika Seirkat. Pada tahun 1968, dia menjadi guru besar Studi Islam di Temple University, Amerika Serikat.Sebagai anak Palestina, al-Faruqi mengecam keras apa yang telah dilakukan oleh Zionis Israel yang menjadi dalang pencaplokan Palestina. Namun, ia dengan tegas membedakan Zionisme dan Yahudi. Dalam buku Islam and Zionism, ia berkata bahwa Islam adalah agama yang menganggap agama Yahudi sebagai agama tuhan, yang ditentang Islam adalah politik Zionisme.Pembunuhan atas dirinya dan istrinya diduga karena kritiknya yang keras terhadap kaum Zionis Yahudi. Ismail Raji al-Faruqi meninggal dunia karena dibunuh pada tanggal 27 Mei 1986 di rumahnya.
2. Pemikiran Kalam Ismail al Faruqi
Pemikiran kalam Ismail al Faruqi tertuang dalam karyanya yang berjudul Tauhid. Dalam karyanya ini beliau ini mengungkapkan bahwa syahadat menempati posisi sentral dalam kehidupan manusia baik dalam setiap kedudukan, tindakan, dan pemikiran setiap muslim. Tauhid merupakan pandangan umum , Dalam menyoroti tentang tauhid sebagai prinsip ummat, al Faruqi membaginya kedalam tiga identitas, yakni: pertama, menenentang etnisentrisme yakni tata sosial Islam adalah universal mencakup seluruh ummat manusia tanpa kecuali dan tidak hanya untuk segelitir suku tertentu. Kedua, universalisme yakni Islam meliputi seluruh ummat manusia yang cita-cita tersebut diungkapkan dalam ummat dunia. Ketiga totalisme, yakni Islam relevan dengan setiap bidang kegiuatan hidup manusia dalam artian Islam tidak hanya menyangkut aktivitas mnusia dan tujuan di masa mereka saja tetapi menyangkut aktivitas manusia disetiap masa dan tempat. Dalam hal kesenian, beliau tidak menentang kretaivitas manusia, tidak juga menentang kenikmatan dan keindahan. Menurutnya Islam menganggap bahwa keindahan mutlak hanya ada dalam diri Tuhandan dalam kehendak-Nya yang diwahyukan dalam firman-firman-Nya.

Pada masa hayatnya, Al-Faruqi pemah memegang jabatan penting dalam
kapasitasnya sebagai ilmuan. Diantaranya adalah kepala studi keislaman di Temple University, AS; Direktur Institut Islam di University Chicago; Direktur Institut Intemasional pemikir Islam do Washington; dan presiden Institu studi Lanjutan Washington.[7]
Semangat kritik ilmiahnya dan kecakapan dalam bidang keilmuan membuat Al-Faruqi mengemukakan ide perlunya mengislamkan ilmu-ilmu sosial kontemporer. Untuk mencapai tujuan ini ia mendirikan Himpunan Ilmuan Sosial Muslim (The Assosiation of muslim Social Scientists). Ia menjadi presiden yang pertama pada tahun 1972 hingga 1978.
Al-Faruqi juga berperan penting dalam pembentukan lembaga Internaional
(The Intemasional Institute if Islamic Thought). Kedua lembaga tersebut secara bersama-sama menerbitkan jurnal American Journal of Islamic Social Sciences. Tetapi sangat disayangkan aktifitas Al-Faruqi dan kepiawaiannya harus berakhir dengan peristiwa yang sangat tragis, ia meningggal dunia pada tahun 1986 bersama istrinya Lamiya Al-Faruqi dalam peristiwa pembunuhan secara brutal oleh orang yang tak dikenal, di rumah mereka Wyncote, Philadelphia. Misteri pembunuhan itu berkaitan erat dengan kecamannya terhadap zionisme Israel serta
dukungannya kepada rakyat Palestina yang merupakan tanah airnya. Di lain pihak
ada kelompok menilai bahwa kematian Al-Faruqi adalah salah satu korban dari teori 19, sebagaimana yang dikemukakan oleh Kahlifah antara lain menulis:
"Ismail AI-Faruqi telah mencurahkan hidupnya untuk melawan Tuhan, Nabiulah Muhammad SA W dan mukjizat Tuhan yang datang pada kita melalui Muhammad, setelah sepuluh tahun menolak untuk menyokong kebenaran dan mendukung "mukjizat matematika" AI-Qur'an akhirnya Al-Faruqi menerima hukum dan balasannya, ini keputusan Tuhan bukan keputusan kita, di hari kemudian nanti dia akan menerima hukuman yang jauh lebih butut dan abadi”

3. Karya-karya AI-Faruqi
Al.-Faruqi adalah ilmuan yang produktif. Ia berhasil menulis lebih dua puluhbuku dan seratus artikel. Diantara bukunya yang terpenting adalah: Tauhid :its Imlications for Thought and file (1982). Buku ini mengupas tentang tauhid secara lengkap. Tauhid tidak hanya dipandang sebagai ungkapan lisan bahkan lebih dari itu, tauhid dikaitkan dengan seluruh aspek kehidupan manusia, baik itu
segi politik, sosial, dan budaya. Dari inilah kita dapat melihat titik tolak pemikiran Al-Faruqi yang berplikasi pada pemikirannya dalam bidang-bidang lain. Dalam buku Islamization of Knowledge: General Principle and Workplan (1982), walaupun ukurannya sangat sederhana, namun menampilkan pikiran yang cemerlang dan kaya, serta patut dijadikan rujukan penting dalam masalah Islamisasi ilmu pengetahuan, didalamnya terangkum langkah-langkah apa yang harus ditempuh dalam proses islamisasi tersebut.
Karyanya yang berhubungan dengan ilmu perbandingan agama cukup banyak, hal ini dapat dimaklumi karena ia sendiri adalah orang yang ahli dalam perbandingan agama. Walaupun ia diargumentasikan tak cukup "sukses" sebagai ahli perbandingan agama. Berbagai karya dalam bidang ini menunjukkan ia kelewat "terbakar" oleh Islam untuk mengaprisiasikan agama-agama lain. Ia lebih
mengambil posisi sebagai pendebat dan missionaris eguh yang membela dan mendakwakan Islam. Bukunya yang secara khusus membahas perbandingan agama adalah Cristian Ethics, Triolouge of Abraham Faits pada buku ini terdapat tiga topik utama: Tiga agama saling memandang. Konsep tiga agama tentang negara dan bangsa, konsep tiga agam tentang keadilan dan perdamaian, masing-masing penyumbang dari Yahudi, Kristen dan Islam menawarkan prespektif yang jelas mengenai pokok persoalan berdasarkan tiga topik utama tersebut. Buku ini
merupakan sebuah langkah baru perbandingan agama yang dapat membuka jalan
bagi pemikiran an diskusi masa depan, serta buku Historical Atlas of the Region of the World. Dan karyanya yang dianggap monumental adalah Cultural Atlas Islam, karya ini ditulis bersama istrinya, Louis lamiya AI-Faruqi, dan diterbitkan tak lama setelah keduanya meninggal.

4. Pokok-Pokok Pemikiran AI-Faruqi
Al-Faruqi banyak mengemukakan gagasan serta pemikiran yang berhubungan Dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh Umat Islam. Dan semua pemikirannya itu saling terkait satu sama lain, semuanya berporos pada satu sumbu yaitu Tauhid.
Diantaranya pemikiran Al-Faruqi yang terpenting adalah:

A. Tauhid
Masalah yang terpenting dan menjadi tema sentral pemikiran Islam adalah
pemurnian tauhid, karena nilai dari keislaman seseorang itu adalah pengesahan
terhadap Allah SWT yang terangkum dalam syahadat. Upaya pemumian tauhid
inipun telah banyak dilakukan oleh para ulama terdahulu, diantaranya kita mengenal adanya gerakan wahabiyah yang dipimpin oleh Muhammad bin abdul Wahab.
Menurutnya kalimat "tauhid" tersebut mengandung dua arti yang pertama "nafi" (negatit) dan kedua: itsbat (positif) laa ilaaha (tiada Tuhan yang berhak diibadahi) berarti tidak ada apapun; illaahi (melainkan Allah) berarti yang benar dan berhak diibadahi hanyalah Allah Yang Maha Esa yang tidak ada sekutu bagiNya dan secara gamlang di dalam bukunya Kitab At-tauhid beliau menyebutkan setiap tahyul. Setiap bentuk sihir, melibatkan pelaku atau pemanfaatannya dalam syirik adalah pelanggaran tauhid.[8]
Tetapi tauhid bukan sekedar diakui dengan lidah dan ikrar akan keesaan Allah serta kenabian Muhammad SAW. Walaupun ikrar dan syahadat oleh seorang muslim mengkonsekuensikan sejumlah aturan hukum di dunia ini, namun tauhid yang merupakan sumber kebahagiaan abadi manusia dan kesempurnaanya, tidak berhenti pada kata-kata dan lisan. Lebih dari itu tauhid juga harus merupakan suatu realitas batin dan keimanan yang berkembang di dalam hati. Tauhid juga merupakan prinsip mendasar dari seluruh aspek hidup manusia sebagaimana yang dikemukakan bahwa pernyataan tentang kebenaran universal tentang pencipta dan pelindung alam semesta.

B. Islamisasi llmu Pengetahuan
Pada hakekatnya ide Islamization of knowledge ini tidak bisa dipisahkan dari pemikiran Islam di zaman moderen ini. Ide tersebut telah diproklamirkan sejak tahun 1981, yang sebelumnya sempat digulirkan di Mekkah sekitar tahun 1970-an.
Ungkapan Islamisasi ilmu pengatahuan pada awalnya dicetuskan oleh Syed Muhammad Naguib Al-Atas pada tabun 1397 H/1977 M yang menurutnya adalah "desekuralisasi ilmu". Sebelumnya Al-Faruqi mengintrodisir suatu tulisan mengenai Islamisasi ilm-ilmu sosial. Meskipun demikian, gagasan ilmu keislaman telah muncul sebelumnya dalam karya-karya Sayyid Hossein Nasr. Dalam hal ini Nasr mengkritik epistemologi yang ada di Barat (sains moderen) dan menampilkan epistemologi prespektif sufi.
Di dalam kehendak pencipta selalu tewujud Pemenuhan karena pemestian hanya berlaku pada nilai Elemental atau utiliter, pemenuhan kemerdekaan berlaku pada nilai-nilai normal dan bila kita kaitkan dengan Barat maka nilai-nilai ini banyak diabaikan oleh Barat.[9]
C. Politik
 Pemikiran AI-Faruqi yang menarik untuk dikaji dalam bidang politik pertama adalah idenya mengenai negara dan Islami dan yang kedua sikapnya terhadap zionis Israel.
C. KESIMPULAN
           
Dari kedua pemikiran sebagaimana disebutkan diatas setidaknya dapat kita pahami bahwa masing masing tokoh memang tidak dapat terlepaskan dari pemikiran kalam dimasa lalu. Ismail Al-Faruqi misalnya pemikirannya lebih cenderung kepada pemikiran Ahlusunnah wal Jamaah atau al Maturidiyah yang dibangun oleh al Imam Asy’ari dan al Maturdi. Demikian juga dengan Harun Nasution yang pemikirannya lebih cenderung kepada pemikiran Muktazilah dan Qadariyah yang lebih menekankan peranan akal dalam menghadapi realita takdir atau nasib dalam kehidupan di dunia ini


                 DAFTAR PUSTAKA

Al-Furuqi, op.cit, hlm.34

Al-Faruqi, Tauhid: Its Implementations for thought and life. Wynccote USA: The
International Institute of Islamic Thought, 1982, hlm.17

Disadur dari Lamya Al-Faruqi, Allah, Masa Depan Kaum Wanita, terj.Masyhur
Abadi, Al-fikr, surabaya, 1991, hal. Vii-x.

Harun Nasution, Teologi islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,UI Press, Jakarta, 1983, hlm. 56.

Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam islam, UI Press, jakarta, 1980, hlm, 101.

Mansyur Faqih, “Mencari Teologi Tertindas (Khidmat dan kritik untuk Guruku Prof. Harun   Nasution”, dalam Suminto, op. Cit, hlm 167.

Nasution, Akal....op. cit., hlm. 101-102.

Panjiman, No.504 Edisi MEI 1986

Zaim Uchrowi, 70 Tahun Harun Nasution, lembaga Studi Agama dan Filsafat, Jakarta, 1989.































[1]  Zaim Uchrowi, 70 Tahun Harun Nasution, lembaga Studi Agama dan Filsafat, Jakarta, 1989.
[2] Harun Nasution, Teologi islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,UI Press, Jakarta, 1983, hlm. 56.
[3]  Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam islam, UI Press, jakarta, 1980, hlm, 101.
[4] Mansyur Faqih, “Mencari Teologi Tertindas (Khidmat dan kritik untuk Guruku Prof. Harun   Nasution”, dalam Suminto, op. Cit, hlm 167.
[5] Nasution, Akal....op. cit., hlm. 101-102.
[6] Disadur dari Lamya Al-Faruqi, Allah, Masa Depan Kaum Wanita, terj.Masyhur Abadi, Al-fikr, surabaya, 1991, hal. Vii-x.
[7] Panjiman, No.504 Edisi MEI 1986

[8] Al-Faruqi, Tauhid: Its Implementations for thought and life. Wynccote USA: The
International Institute of Islamic Thought, 1982, hlm.17

[9] Al-Furuqi, op.cit, hlm.34